
Presiden Prabowo Dukung Inisiatif Brasil dalam Pengelolaan Hutan Tropis
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menunjukkan komitmen kuatnya untuk mendukung inisiatif pemerintah Brasil dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2025 atau COP 30. Salah satu fokus utama dari inisiatif ini adalah pengumpulan dana investasi yang bertujuan untuk melestarikan hutan tropis. Pemerintah Indonesia berencana untuk berinvestasi dalam kegiatan tersebut, dengan nilai investasi yang akan dilakukan setara dengan rencana investasi Brasil.
“Saya sudah menyampaikan bahwa Indonesia mendukung inisiatif yang dirintis Brasil. Karena itu, kami berkomitmen untuk menginvestasikan nilai yang sama dengan rencana investasi Brasil dalam inisiatif pelestarian hutan tropis,” ujar Prabowo saat berbicara di Istana Kepresidenan Jakarta pada hari Kamis (23/10).
Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, menilai Indonesia sebagai mitra strategis dalam perjuangan menghadapi krisis iklim. Hal ini karena Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam Dana Abadi Hutan Tropis. Menurutnya, salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintahan Brasil dan Indonesia adalah penggunaan bahan bakar nabati sebagai alternatif energi yang lebih ramah lingkungan.
“Indonesia dan Brasil akan bekerja sama untuk transisi energi yang adil menuju ekonomi dengan sedikit polusi dan lebih berkelanjutan,” tambah Lula dalam kesempatan yang sama.
Persiapan Dokumen SNDC untuk COP 30
Sebelumnya, Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, Tri Purnajaya, menyatakan optimisme bahwa Indonesia segera menyerahkan dokumen Second Enhanced Nationally Determined Contribution atau Second SNDC dalam COP 30. Dokumen ini akan menjadi pedoman kebijakan iklim Indonesia untuk periode 2031-2051, yang bertujuan untuk membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih bersih, hijau, dan berkelanjutan.
Menurut Tri, komitmen iklim nasional harus diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintahan baru. Ia menekankan bahwa sektor energi menjadi prioritas utama dalam mewujudkan industrialisasi yang berkelanjutan. “Komitmen Indonesia perlu disesuaikan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Kita juga bukan satu-satunya negara yang belum menyerahkan dokumen SNDC, baru sekitar separuh dari negara-negara pihak Perjanjian Paris yang sudah melakukannya,” jelasnya.
Isu Climate Finance dan Diplomasi Karbon
Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, menyebut isu climate finance masih menjadi tantangan besar bagi negara-negara berkembang. Awalnya, dalam Copenhagen Accord, diperkirakan negara-negara maju akan memberikan bantuan sebesar US$ 100 miliar per tahun kepada negara berkembang. Namun, menurut UNFCCC, hal ini belum terwujud sepenuhnya.
“Dari target 1,3 triliun dolar, hanya 300 miliar dolar yang telah disepakati dalam New Collective Quantified Goals,” ujar Wamen Diaz, merujuk pada rilis resmi Kementerian Lingkungan Hidup.
Selain fokus pada pendanaan, delegasi Indonesia memanfaatkan COP30 sebagai momentum untuk memperkuat diplomasi karbon di tingkat global. Tahun ini, Paviliun Indonesia juga menjadi arena untuk memperluas kerja sama dan transaksi karbon lintas sektor. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan kerja sama internasional.



Posting Komentar