
Penjelasan Ilmiah Mengenai Cuaca Panas yang Melanda Indonesia
Cuaca panas yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini menarik perhatian para ahli dan masyarakat luas. Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan, memberikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena tersebut. Menurutnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi pada kenaikan suhu yang terjadi.
BMKG dan BRIN sebelumnya menyatakan bahwa cuaca panas disebabkan oleh pergeseran posisi semu matahari ke wilayah Indonesia bagian selatan. Selain itu, massa udara kering dari monsun Australia juga turut memengaruhi kondisi cuaca. Namun, Sonni menambahkan bahwa ada teori lain yang bisa menjelaskan fenomena ini.
Menurut Sonni, kenaikan suhu maksimum harian berkaitan dengan penyerapan radiasi medan elektromagnetik oleh atmosfer. Proses ini memengaruhi perubahan suhu udara, khususnya di lapisan troposfer bagian bawah. Atmosfer berfungsi sebagai medium yang menerima radiasi dari dua sumber utama, yaitu matahari dan Bumi. Radiasi dari matahari disebut sebagai radiasi gelombang pendek, sedangkan radiasi dari Bumi disebut sebagai radiasi gelombang panjang. Keduanya memiliki spektrum absorpsi yang berbeda.
Radiasi matahari lebih banyak diserap oleh lapisan stratosfer hingga termosfer, terutama pada spektrum ultraviolet (UV). Sementara itu, radiasi gelombang panjang dari permukaan Bumi lebih dominan diserap oleh lapisan troposfer pada spektrum inframerah (IR). Besaran energi radiasi yang diserap oleh atmosfer bergantung pada kerapatan partikel pengabsorpsi dan intensitas radiasi yang diterima. Semakin tinggi konsentrasi partikel pengabsorpsi, semakin besar energi yang terserap, sehingga suhu udara pun meningkat.
Sonni menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang dapat memicu pemanasan udara di lapisan bawah atmosfer. Pertama, peningkatan konsentrasi gas-gas pengabsorpsi radiasi gelombang panjang seperti uap air, karbon dioksida (CO), serta partikel aerosol dari polutan dan debu. Proses ini dikenal sebagai efek rumah kaca, ketika panas dari Bumi terperangkap di atmosfer.
Faktor kedua adalah perubahan tutupan lahan akibat alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan terbangun. Perubahan ini dianggap memengaruhi kapasitas panas permukaan bumi. Permukaan dengan kapasitas panas rendah, seperti beton atau aspal, lebih cepat menyerap dan memancarkan panas dibandingkan tanah atau vegetasi. Hal ini membuat suhu permukaan meningkat dan memperkuat pemanasan udara di lapisan bawah.
Selain itu, posisi astronomis bumi juga memengaruhi variasi radiasi yang diterima. Pada Oktober, posisi matahari berada hampir tepat di atas Pulau Jawa dan Bali. Akibatnya, kedua wilayah ini menerima intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi. Fenomena ini merupakan proses fisis yang wajar terjadi setiap tahun. Namun, peningkatan suhu akan terasa lebih ekstrem ketika dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan dan meningkatnya polutan di atmosfer.



Posting Komentar