
Target Produksi Etanol untuk Bensin di Indonesia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana pemerintah untuk memperkenalkan program pencampuran etanol dalam bensin secara bertahap. Rencana ini dimulai dengan penerapan mandatory E10 pada tahun 2027, sebelum berlanjut ke E20 di masa mendatang. Tujuan utama dari langkah ini adalah untuk memastikan bahwa seluruh etanol yang digunakan berasal dari dalam negeri.
Bahlil menekankan bahwa program ini tidak akan menyebabkan ketergantungan pada impor etanol. Untuk itu, pemerintah merancang proses pengembangan industri etanol secara bertahap. Hal ini menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menerapkan mandatory E10 pada 2027, sebagai langkah awal menuju produksi etanol yang lebih besar.
Dalam rangka mencapai target tersebut, diperlukan kapasitas produksi etanol sebesar 4 juta ton per tahun pada 2027. Namun, saat ini, produksi etanol hanya mencapai sekitar 1,4 juta ton. Meski demikian, Bahlil optimis bahwa angka ini dapat meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Pemerintah sedang menjalin kerja sama dengan sejumlah industri yang memproduksi bahan baku seperti singkong, jagung, dan tebu. Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan produksi etanol secara signifikan. Selain itu, Bahlil juga menyatakan bahwa potensi penambahan fasilitas produksi etanol baru telah terbuka. Fasilitas tersebut memiliki kapasitas sebesar 1 juta kiloliter, dengan pendanaan sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 20 triliun dari investor lokal.
Untuk mendorong pertumbuhan industri etanol, pemerintah berencana memberikan sejumlah insentif. Beberapa di antaranya meliputi kemudahan dalam impor alat produksi, izin usaha yang lebih mudah, serta cuti bayar pajak (tax holiday). Langkah-langkah ini diharapkan dapat mendorong minat investasi dan percepatan pembangunan pabrik etanol.
Bahlil menargetkan produksi etanol nasional pada 2027 mencapai minimal 2 juta ton. Namun, hingga saat ini belum ada penjelasan lebih lanjut apakah program pencampuran wajib etanol akan tetap dalam bentuk E10 atau bahkan diturunkan menjadi E5.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan rencana untuk mengubah implementasi program pencampuran etanol dalam bensin berdasarkan wilayah pada 2030. Pendekatan ini dilakukan karena pertimbangan kapasitas produksi etanol dalam negeri. Jika kapasitas produksi masih terbatas, maka program wajib bioetanol akan diterapkan secara regional, bukan nasional.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Widodo, menjelaskan bahwa penerapan E10 akan bergantung pada kapasitas produksi etanol. Jika kapasitas mencapai 1,2 juta kiloliter pada 2030, maka program ini bisa diterapkan secara nasional. Saat ini, kapasitas industri etanol nasional baru mencapai sekitar 300.000 kiloliter.
Edi menghitung bahwa diperlukan tambahan 13 pabrik etanol baru agar mencapai target produksi 1,2 juta kiloliter. Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo) memperkirakan total investasi yang dibutuhkan sekitar Rp 6,5 triliun.
Di sisi lain, Edi menyatakan bahwa program wajib bioetanol tidak menggunakan subsidi pemerintah. Pemerintah tidak akan mengubah kebijakan ini karena minimnya anggaran yang tersedia.
Ketua Apsendo, Izmirta Rachman, mengungkapkan bahwa potensi investasi sebesar Rp 6,5 triliun dalam bentuk 13 pabrik etanol hilang akibat Peraturan Menteri Perdagangan No. 16 Tahun 2025. Kebijakan ini dinilai menciptakan ketidakpastian pasar etanol di dalam negeri. "Sebelumnya, potensi investasi 13 pabrik etanol itu bukan hanya ada, tapi kami tinggal mengeluarkan uangnya," kata Rachman.



Posting Komentar