P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Akhir Perselisihan Tapera: Ditolak Buruh dan Pengusaha, MK Batalkan Kebijakan

Featured Image

Polemik Tapera Berakhir, Pekerja Swasta Tidak Lagi Diwajibkan Ikut

Polemik terkait kewajiban pekerja swasta membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akhirnya berakhir setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Aturan tersebut sempat menjadi sorotan dan diprotes oleh kalangan pekerja maupun pengusaha.

Dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (29/9/2025), MK menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (1) UU Tapera bertentangan dengan konstitusi. Hal ini menyebabkan sejumlah pasal dalam UU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat hingga dilakukan penataan ulang. Putusan ini diambil berdasarkan uji materiil nomor 134/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh sejumlah pihak, termasuk serikat pekerja.

Menurut Ketua MK Suhartoyo, putusan ini sesuai dengan amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Dalam pertimbangan hukum, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa relasi hukum antara masyarakat dan lembaga keuangan dibangun atas dasar kepercayaan dan kesepakatan bersama. Unsur kesukarelaan dan persetujuan menjadi fondasi penting dalam pembentukan hukum dan konteks penyimpanan dana.

Pasal 7 ayat (1) UU Tapera menyatakan bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Namun, MK menilai bahwa istilah "tabungan" dalam program Tapera menimbulkan masalah karena diikuti dengan unsur pemaksaan. Kata "wajib" dinilai bertentangan dengan karakteristik hakikat tabungan yang sebenarnya, yakni tanpa adanya kehendak yang bebas.

Dengan dikabulkannya uji materiil UU Tapera, maka pekerja swasta tidak lagi diwajibkan menjadi peserta Tapera. Selain itu, kewajiban membayar iuran Tapera yang akan diberlakukan pada 2027 juga dipastikan batal.

Penolakan dari Pekerja dan Pengusaha

Aturan Tapera untuk pekerja swasta tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020. PP ini merupakan turunan dari UU Tapera. Pasal 15 ayat 1 PP No.21/2024 menyatakan bahwa besaran simpanan peserta sebesar 3% dari gaji atau upah peserta. Hal ini banyak disorot dan mendapat penolakan dari masyarakat maupun pengusaha.

Untuk peserta pekerja, iuran ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara itu, pekerja mandiri harus menanggung seluruh iuran sebesar 3%. Penarikan iuran kepada pelaku swasta baru akan diberlakukan mulai 2027.

Penolakan terhadap aturan ini datang dari kalangan pekerja dan pengusaha. Para buruh menilai bahwa potongan 3% dari penghasilan mereka tidak cukup untuk membeli rumah. Selain itu, mereka merasa tidak ada kepastian terhadap akses rumah bagi peserta Tapera. Mereka juga menilai pemerintah tidak memiliki hak untuk memotong upah buruh.

Sementara itu, pengusaha menilai bahwa beban pungutan yang telah mereka tanggung mencapai 18,24% hingga 19,75%, termasuk BPJS Kesehatan, JHT, jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun, dan lainnya. Tambahannya iuran Tapera akan semakin memberatkan usaha.

Respons BP Tapera

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan MK. Heru, salah satu komisioner BP Tapera, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian untuk memastikan Tapera tetap berjalan tanpa menjadi beban bagi rakyat.

Selain itu, BP Tapera akan merumuskan sejumlah konsep pembiayaan kreatif. Salah satunya adalah mengusulkan pendanaan Tapera dari proyek investasi. BP Tapera juga berencana mengandalkan likuiditas dari perluasan implementasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Heru belum dapat memastikan apakah iuran Tapera akan tetap berlaku bagi PNS atau ASN. Ia menegaskan bahwa jika Tapera diubah menjadi skema sukarela, maka harus ada manfaat yang jelas.

Tujuan utama pemerintah dalam menjalankan program Tapera adalah untuk menekan angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog perumahan yang dilaporkan mencapai 9,95 juta. Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan rumah sangat terbatas. Oleh karena itu, Tapera diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengentaskan ketimpangan tersebut.

0

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.