
Kebijakan ESDM yang Memicu Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyoroti kebijakan yang diambil oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berdampak pada kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di SPBU swasta. Menurutnya, perubahan aturan impor yang dilakukan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yaitu mengurangi periode impor dari satu tahun menjadi enam bulan, menyebabkan ketidakseimbangan pasokan BBM.
Fahmy menilai bahwa kebijakan ini secara tidak langsung menciptakan situasi sulit bagi SPBU swasta. Ia menyatakan bahwa setelah terjadi krisis kelangkaan BBM, Menteri ESDM memaksa SPBU swasta untuk membeli BBM dari Pertamina. Hal ini dinilainya sebagai langkah yang menciptakan monopoli Pertamina dan hanya berkepentingan pada kecukupan volume impor BBM dari Amerika Serikat.
Menurut Fahmy, kondisi ini berpotensi membuat SPBU swasta bangkrut, serta menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan iklim investasi yang tidak sehat. Jika situasi ini terus berlangsung, ia khawatir akan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan oleh presiden Prabowo Subianto.
Penjelasan Menteri ESDM Mengenai Stabilitas Harga BBM
Menanggapi isu kelangkaan BBM di SPBU swasta, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa harga bahan bakar di SPBU seperti Vivo, Shell, BP, dan Exxon Mobil tetap stabil setelah adanya kesepakatan impor stok tambahan melalui Pertamina. Ia menegaskan bahwa harga BBM tidak mengalami kenaikan.
Bahlil menjelaskan bahwa harga BBM akan disesuaikan dengan harga minyak dunia, yaitu Indonesian Crude Price (ICP). Saat ini, harga ICP tercatat sebesar 66,07 dolar Amerika Serikat per barel. Ia juga mempersilakan manajemen SPBU swasta untuk melakukan pembahasan bisnis antar perusahaan (business to business) dengan Pertamina terkait pembelian stok impor tambahan BBM.
Persyaratan SPBU Swasta dalam Kolaborasi dengan Pertamina
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan bahwa SPBU swasta telah menyetujui pembelian stok BBM tambahan melalui skema impor bersama Pertamina. Menurutnya, SPBU swasta harus setuju untuk bekerja sama dengan Pertamina dalam pengadaan BBM.
Dalam kesepakatan tersebut, SPBU swasta mengajukan beberapa syarat. Salah satunya adalah bahwa BBM yang dibeli harus berupa BBM murni (fuel base) yang nantinya dicampur di tangki SPBU masing-masing. Selain itu, SPBU swasta juga menginginkan adanya survei bersama dalam pembelian stok BBM serta transparansi harga pembelian.
Skema Impor Tambahan yang Tidak Satu Pintu
Bahlil menambahkan bahwa skema impor tambahan lewat Pertamina bukanlah pola satu pintu. Ia menekankan bahwa perlu ada pengaturan khusus karena menyangkut kepentingan banyak pihak.
Sebagai informasi, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34 persen atau sekitar 7,52 juta kiloliter. Kuota ini cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebanyak 571.748 kiloliter. Dengan demikian, harapan terhadap stabilitas pasokan BBM di SPBU swasta dapat tercapai jika semua pihak bekerja sama dengan baik.
Posting Komentar