P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Guru Tampar Siswa Loncat Pagar Diminta Ganti Rugi Rp150 Ribu, Dedi Mulyadi Siapkan Pengacara

Featured Image

Peristiwa Guru Menampar Siswa di Subang dan Respons Gubernur Jawa Barat

Rana Saputra, seorang guru di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengakui bahwa dirinya telah menampar salah satu siswanya, ZR (16 tahun), karena melanggar aturan sekolah. Aksi itu terjadi setelah ZR ketahuan melompat dari pagar yang baru saja selesai dibangun. Hal ini diduga sebagai upaya untuk membolos sekolah.

Setelah kejadian tersebut, orang tua ZR datang ke sekolah untuk menanyakan hal tersebut. Namun, situasi memanas hingga akhirnya berujung pada rekaman video yang kemudian viral di media sosial. Video tersebut menunjukkan peristiwa penamparan yang dilakukan Rana kepada ZR.

Meski demikian, Rana sudah menyatakan permintaan maaf secara langsung kepada orang tua ZR setelah adanya mediasi di sekolah. Ia juga mengakui kesalahannya dan berjanji akan lebih hati-hati dalam menghadapi siswa yang bermasalah. Namun, malam setelah mediasi, Rana kembali dihubungi oleh orang tua ZR yang masih meminta penyelesaian secara kekeluargaan.

Menurut Rana, orang tua ZR meminta uang ganti rugi sebesar Rp150 ribu sebagai biaya visum. Padahal, setelah penamparan, ZR tidak mengalami luka atau memar. Bahkan, anak tersebut langsung kembali ke sekolah keesokan harinya. Rana merasa bingung dengan tuntutan tersebut dan menyatakan siap membayar jika ada biaya pengobatan yang benar-benar diperlukan.

Ia dan orang tua ZR sepakat membuat surat perjanjian. Meskipun belum ditandatangani, surat tersebut menjadi bukti kesepakatan antara kedua belah pihak. Rana menegaskan bahwa ia hanya bersedia mengganti biaya pengobatan jika memang diperlukan, bukan untuk biaya lainnya.

Tanggapan Gubernur Jawa Barat

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan respons terhadap kasus ini. Ia menegaskan bahwa Rana tidak boleh memenuhi tuntutan uang ganti rugi dari orang tua ZR. Menurut Dedi Mulyadi, jika setiap tindakan disiplin oleh guru harus diiringi dengan ganti rugi, maka para guru akan menjadi ragu dan takut dalam mendidik siswa.

Dedi Mulyadi menilai bahwa tindakan Rana dalam menampar ZR adalah bentuk kesalahan. Namun, ia mengapresiasi niat baik Rana dalam menegakkan disiplin. Ia juga menekankan bahwa pendidikan harus dilakukan dengan cara yang tepat, tanpa kekerasan fisik.

Selain itu, Dedi Mulyadi menyatakan siap membantu Rana jika kasus ini sampai ke ranah hukum. Ia akan menyiapkan pengacara untuk membela Rana, agar tidak terjadi penyalahgunaan hukum terhadap tindakan yang dilakukan guru.

Penjelasan dari Sekolah

Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Jalancagak, Yaumi Basuki, menjelaskan bahwa kejadian tersebut bermula dari upaya menegakkan kedisiplinan. Saat itu, delapan siswa termasuk ZR diduga meloncat dari pagar sekolah untuk bolos. Pagar tersebut baru saja selesai dibangun dan pihak sekolah telah memperingatkan siswa untuk tidak merusak fasilitas tersebut.

Namun, pihak sekolah menolak adanya kekerasan fisik dalam tindakan disiplin. Mereka menyatakan bahwa tindakan penamparan yang dilakukan guru adalah kesalahan dan akan dievaluasi. Ke depan, sekolah akan mencari solusi alternatif untuk mendisiplinkan siswa tanpa menggunakan kekerasan.

Penjelasan Orang Tua ZR

Deni Rukmana, ayah dari ZR, menjelaskan bahwa tujuan awalnya hanya ingin mengklarifikasi kejadian tersebut. Namun, situasi memanas karena guru merasa tidak terima atas pertanyaannya. Deni menegaskan bahwa ia hanya ingin menanyakan secara baik-baik, tetapi respons dari guru justru membuat suasana tegang.

Kasus ini menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pihak menilai bahwa tindakan Rana adalah wajar sebagai bentuk disiplin, sementara yang lain menilai bahwa tindakan itu terlalu keras dan tidak sesuai dengan etika pendidikan.

0

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.