
Target Penerapan E10 pada 2027, Indonesia Berupaya Penuhi Kebutuhan Etanol dalam Negeri
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa volume etanol yang dibutuhkan untuk program wajib E10 di Indonesia pada tahun 2027 mencapai sekitar 1,4 juta kiloliter. Program ini berarti bahan bakar minyak (BBM) akan mengandung campuran 90% bensin dan 10% etanol.
Menurut Bahlil, pihaknya berencana memenuhi seluruh kebutuhan etanol dari sumber dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk mendorong investasi di dalam negeri dan meningkatkan kemandirian energi. Ia menekankan bahwa etanol yang akan diproduksi berasal dari bahan-bahan alami seperti singkong, tebu, atau jagung.
Dengan pembangunan pabrik-pabrik etanol di dalam negeri, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, terutama di sektor pertanian. Namun, proses produksi ini memerlukan mekanisasi teknologi agar ekonomi daerah bisa berkembang secara signifikan. Setelah bahan baku ditanam, pabrik akan segera dibangun.
Peluang Investasi dan Insentif untuk Investor
Bahlil menjelaskan bahwa investor yang tertarik membangun pabrik etanol di Indonesia memiliki peluang besar untuk mendapatkan insentif dari pemerintah. Beberapa bentuk insentif tersebut antara lain tax holiday dan akses pasar yang stabil. Saat ini, sudah ada pihak yang menunjukkan ketertarikan, yaitu Brasil.
“Semalam saya menandatangani MoU dengan Brasil. Kami berdiskusi dan ada kemungkinan besar mereka akan membangun pabrik etanol di Indonesia,” ujarnya. Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dibahas tentang pengelolaan sumber daya alam. Brasil, yang telah menerapkan E30, bahkan beberapa wilayahnya telah menggunakan E100 dan E85, menjadi contoh yang bisa diadopsi oleh Indonesia.
Untuk memperdalam pemahaman mengenai pengembangan E10, Indonesia dan Brasil sepakat membentuk tim khusus. Tim ini akan melakukan pertukaran pandangan dengan para ahli di Brasil, dan sebaliknya, ahli dari Brasil juga akan datang ke Indonesia.
Kerja Sama dengan Brasil: Langkah Penting untuk Pengembangan Bioenergi
Nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh Bahlil pada Kamis (23/10) di Istana negara mencakup berbagai bidang kerja sama, mulai dari hulu dan hilir migas, energi baru dan terbarukan, efisiensi energi, modernisasi jaringan, sumber daya mineral, hingga pengembangan kapasitas SDM.
Kesepakatan ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan arahan kedua presiden. Menurut Bahlil, MoU ini menandai babak baru dalam kerja sama antara Indonesia dan Brasil. Kedua negara, sebagai dua negara besar dengan sumber daya alam yang melimpah, berkomitmen untuk menciptakan hasil yang saling menguntungkan di sektor energi dan pertambangan.
Salah satu fokus utama dari kerja sama ini adalah kolaborasi di sektor bioenergi. Brasil, sebagai produsen etanol terbesar kedua di dunia, memiliki pengalaman yang sangat relevan bagi Indonesia. Penggunaan energi rendah karbon yang dominan di Brasil menjadi inspirasi untuk percepatan program bioenergi nasional.
Kolaborasi di Sektor Pertambangan dan Sumber Daya Alami
Selain energi, sektor pertambangan juga menjadi area penting dalam kerja sama ini. Kedua negara akan berkolaborasi dalam tata kelola dan pengembangan sumber daya mineral. Brasil diketahui memiliki cadangan besar bauksit, bijih besi, litium, serta menguasai cadangan niobium dunia.
Kolaborasi ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil pada Juli 2025 lalu. Dengan adanya MoU ini, diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral dan mempercepat pembangunan sektor energi dan pertambangan di Indonesia.



Posting Komentar