
Potensi Ekonomi dan Kemandirian Energi dari Penerapan Bioetanol 10%
Penerapan mandatori campuran bioetanol 10% (E10) untuk bensin di Indonesia pada tahun 2027 diyakini memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor energi hijau. Mulai dari budidaya bahan baku hingga pembangunan fasilitas produksi dan distribusi, seluruh rantai pasok ini dapat menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Golkar, Dewi Yustisiana, menyatakan bahwa petani akan menjadi aktor utama dalam ekosistem etanol. Pemanfaatan komoditas seperti tebu, jagung, dan singkong sebagai bahan baku etanol dapat meningkatkan pendapatan daerah sentra pertanian. Ia menilai, jika ekosistem tersebut terbangun dengan baik, program ini tidak hanya menggerakkan perekonomian pedesaan, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.
Wilayah Sentral Produksi Etanol
Beberapa provinsi di Indonesia memiliki potensi besar sebagai basis produksi etanol nasional. Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, dan Sumatra Selatan menjadi sentra utama produksi tebu. Sementara itu, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Tenggara mulai berkembang sebagai pusat produksi baru di kawasan timur.
Di sisi lain, Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Barat, serta Papua memiliki peluang kuat untuk pengembangan jagung dan singkong sebagai bahan baku energi terbarukan di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa potensi produksi etanol tidak hanya terpusat di pulau Jawa, tetapi juga tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Kerjasama Indonesia dan Brasil dalam Pengembangan Energi Hijau
Target pemerintah dalam menerapkan mandatori campuran etanol juga akan didukung oleh kerjasama antara Indonesia dan Brasil. Kolaborasi ini disepakati dalam pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva di Jakarta. Menurut Dewi Yustisiana, kerja sama ini memiliki nilai strategis bagi ketahanan energi nasional dan percepatan transisi menuju energi bersih hingga tahun 2045.
Brasil, sebagai produsen etanol terbesar kedua di dunia, telah sukses menerapkan mandatori bioetanol seperti E30 hingga E100 di berbagai wilayah negaranya. Dewi menilai, Indonesia dapat belajar dari pengalaman Brasil untuk memperkuat program BBM campuran etanol E10 yang sedang dikembangkan.
Manfaat Teknologi dan Ekonomi dari Kolaborasi
Alih teknologi dari Brasil diharapkan membantu Indonesia dalam menghadirkan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus memberikan dampak ekonomi langsung bagi petani dan masyarakat. Dengan adanya alih teknologi, proses produksi etanol bisa lebih efisien dan efektif, sehingga biaya produksi bisa ditekan dan harga BBM yang lebih terjangkau dapat dirasakan oleh masyarakat.
Dewi Yustisiana menekankan bahwa Komisi XII DPR RI akan mengawal realisasi kerja sama ini secara ketat agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh rakyat. Ia berharap, hasil konkret dari kolaborasi ini meliputi energi bersih yang terjangkau, peningkatan nilai tambah di dalam negeri, peningkatan pendapatan petani, dan penciptaan lapangan kerja baru.
Momen Penting Menuju Kemandirian Energi Nasional
Jika program ini dieksekusi dengan tepat, penerapan mandatori E10 bisa menjadi momentum lompatan besar menuju kemandirian energi nasional. Dengan mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan membangun kerja sama yang saling menguntungkan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu negara yang mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri secara berkelanjutan.



Posting Komentar