P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

APBA-P 2025: Berlari Melawan Waktu

APBA-P 2025: Berlari Melawan Waktu

Evaluasi APBA-P 2025 Selesai, Tantangan Eksekusi Menanti

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyelesaikan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) tahun 2025 dengan total anggaran sebesar Rp 11,11 triliun. Dokumen tersebut sudah diterima oleh Pemerintah Aceh pada Jumat (24/10/2025). Proses ini menjadi langkah penting dalam memastikan kesiapan anggaran untuk pelaksanaan di tahun yang sama.

Saat ini, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) sedang menggelar rapat terkait hasil evaluasi Kemendagri. Salah satu anggota Banggar, Khalid, menyampaikan bahwa rapat ini merupakan pertemuan perdana setelah dokumen APBA-P 2025 hasil evaluasi diterima. "Sekarang sedang berlangsung. Nanti kita sampaikan perkembangannya," ujarnya.

Meski proses formal sedang berjalan, waktu menjadi faktor penentu dalam penyusunan APBA-P 2025. Dengan sisa waktu pelaksanaan tahun anggaran hanya sekitar satu setengah bulan, APBA-P 2025 tidak lagi sekadar soal perencanaan di atas kertas, melainkan kecepatan, ketepatan, dan keberanian dalam eksekusi.

Anggaran sebesar Rp 11,11 triliun yang telah disepakati antara DPRA dan Pemerintah Aceh kini berada di persimpangan penting. Apakah akan menjadi instrumen perubahan nyata bagi masyarakat atau hanya berakhir sebagai angka yang tersisa dalam laporan akhir tahun. Waktu terus berjalan, dan setiap hari yang berlalu tanpa keputusan konkret adalah ancaman bagi serapan anggaran. Jika proses ini tidak segera dituntaskan, potensi SiLPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) akan membengkak, dan publik kembali menjadi korban dari kelambanan birokrasi.

Di balik angka-angka tersebut, ada program-program strategis yang menunggu dijalankan. Antara lain pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Dengan waktu tersisa hanya 45 hari, kerja gerak cepat bukan pilihan, melainkan keharusan. Tanpa percepatan, anggaran hanya akan menjadi janji yang tak sempat ditepati.

Di Aceh, denyut ekonomi daerah masih sangat ditopang oleh belanja pemerintah. Setiap keterlambatan dalam realisasi APBA berarti roda ekonomi lokal melambat. Proyek konstruksi tertunda, pengadaan barang dan jasa tersendat, dan ribuan tenaga kerja harian kehilangan penghasilan yang seharusnya mereka terima dari aktivitas proyek pemerintah. Sektor UMKM yang bergantung pada perputaran dana APBA juga ikut terpukul. Ketika anggaran tersendat, permintaan pasar menurun, dan daya beli masyarakat melemah.

Karena itu, percepatan pembahasan dan eksekusi APBA-P 2025 harus menjadi prioritas tanpa kompromi. Pemerintah Aceh dan DPRA dituntut menunjukkan kepemimpinan fiskal yang berorientasi pada hasil, bukan sekadar memenuhi tenggat prosedural. Setiap rupiah yang tersalurkan tepat waktu bukan hanya menggerakkan proyek, tetapi juga menyalakan harapan jutaan rakyat Aceh yang menunggu bukti bahwa anggaran publik benar-benar bekerja untuk mereka.

Isu-isu Terkait Anggaran dan Kebijakan Lainnya

Selain APBA-P 2025, beberapa isu lain juga menjadi perhatian masyarakat Aceh. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kini tengah melakukan penyelidikan terkait beasiswa BPSDM. Kasus ini menandai babak baru dari isu lama yang selama ini belum mendapat penyelesaian.

Terkait infrastruktur, Tol Sibanceh masih terkendala pembebasan lahan. Meski begitu, apakah kendala ini disebabkan oleh kurangnya dana atau faktor lain? Pertanyaan ini masih menjadi perdebatan.

Dalam hal kebijakan sosial, usulan penurunan Biaya Operasional Pengelolaan (Bipih) sebesar Rp 1 juta juga menjadi topik hangat. Namun, saat ini kurs dolar terus mengalami kenaikan, sehingga memberi tekanan tambahan terhadap stabilitas ekonomi daerah.

0

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.