
Kritik Walhi terhadap NDC Indonesia yang Kedua
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kembali menyampaikan kritik terhadap penyusunan NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia yang kedua. Draf NDC ini tengah menjalani proses konsultasi publik, namun dinilai tidak memenuhi prinsip partisipasi bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh unsur masyarakat belum dilibatkan secara menyeluruh dalam penyusunan kebijakan iklim nasional.
Dokumen NDC terbaru ini hanya dibuka dan disosialisasikan ke publik dalam waktu kurang dari satu bulan sejak pembukaan COP 30 Konferensi Perubahan Iklim PBB. Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Boy Jerry Even Sembiring, menegaskan bahwa tanpa keterbukaan informasi dan partisipasi penuh rakyat, perencanaan aksi iklim tidak akan adil.
Selain itu, draf NDC ke-2 Indonesia dinilai tidak mencerminkan tuntutan keadilan iklim. Terdapat kontradiksi antara target penurunan emisi dengan langkah-langkah yang direncanakan. Pendekatan teknokratis serta ambisi pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen melalui investasi dan konsumsi dianggap akan menjauhkan Indonesia dari komitmen iklimnya.
Tujuh Catatan Kritis Walhi atas NDC Indonesia
Berikut tujuh catatan kritis Walhi terhadap NDC Indonesia yang baru:
-
Masih Bertumpu pada Energi Fosil
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2025-2034 masih menargetkan tambahan 16,6 GW berbasis fosil, termasuk 10,3 GW dari pembangkit listrik berbasis gas. Ketergantungan pada gas berisiko meningkatkan emisi dan beban fiskal negara. Selain itu, model transisi energi seperti bioenergi dan hidrogen hijau justru mendorong perluasan kebun kayu energi, perampasan wilayah adat, dan deforestasi. -
Tambang Nikel Masih Mungkin Meluas
Target percepatan elektrifikasi transportasi dengan 2 juta kendaraan listrik roda empat dan 13 juta roda dua pada 2030 akan mempercepat eksploitasi tambang nikel. Ini juga akan memperkuat ketergantungan pada pembangkit listrik fosil seperti PLTU batu bara. -
Ancaman Deforestasi dari Target Swasembada
Program 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi bertentangan dengan komitmen iklim. Jika 20 juta hektare hutan dibuka, akan melepaskan emisi karbon yang sangat besar. -
Pendekatan Adaptasi Berbasis Komunitas Diragukan
Pendekatan adaptasi berbasis ekosistem dan komunitas dalam NDC ke-2 tidak tercermin dalam kebijakan pemerintah. Banyak wilayah kelola rakyat masih belum mendapatkan SK resmi dari pemerintah, mengkhawatirkan keseriusan pendekatan ini. -
Pendanaan Iklim yang Terpusat
Tidak ada langkah progresif pemerintah dalam membangun model pendanaan iklim yang adil dan dapat diakses langsung oleh rakyat. Mekanisme pendanaan yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup masih sangat terpusat dan birokratis. -
Akselerasi Green Washing
Pemerintah masih mengandalkan mekanisme carbon offset dan emissions trading system (ETS), yang justru menjadi alat untuk green washing dan land banking. -
Bisnis Logging dan Ilusi Karbon Netral
Penyertaan Harvested Wood Products (HWP) sebagai bagian dari penghitungan serapan karbon dianggap sebagai alat untuk terus mendorong bisnis logging. Selain itu, ilusi bahwa penebangan pohon bisa netral karbon tidak sesuai dengan realitas, karena sebagian besar karbon cepat dilepaskan kembali.



Posting Komentar