
Pemerintah Perluas Akses Energi ke Daerah Terpencil
Pemerintah terus memperluas akses energi ke berbagai pelosok negeri sebagai bagian dari strategi pemerataan pembangunan nasional. Dalam upaya ini, program Listrik Desa (Lisdes) dan Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) menjadi instrumen penting untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat di tingkat desa.
Kini, hampir seluruh warga di berbagai wilayah telah menikmati listrik. Akses terhadap energi tidak hanya menghadirkan penerangan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan produktivitas di sektor pertanian, industri rumahan, dan jasa. Cahaya listrik kini menjadi simbol kehadiran negara dan pembuka jalan bagi kesempatan sosial-ekonomi di daerah-daerah terpencil.
Program Listrik Desa dan BPBL Berkontribusi Besar
Program Listrik Desa telah menjangkau 10.068 lokasi dan memberikan manfaat bagi lebih dari 1,2 juta calon pelanggan baru. Sementara itu, realisasi Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) pada periode 2024 mencapai 155.429 rumah tangga (RT). Hingga September 2025, sebanyak 135.482 RT telah terpasang dari target 215.000 RT hingga akhir tahun.
Melalui dua program strategis tersebut, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk memastikan pemerataan energi sebagai fondasi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Namun, tantangan geografis masih menjadi kendala utama dalam mewujudkan elektrifikasi penuh.
Tantangan Elektrifikasi Nasional
Rasio elektrifikasi nasional saat ini mencapai 99,1 persen, namun sebagian kecil wilayah terpencil masih sulit dijangkau karena sebaran rumah penduduk di pulau-pulau terluar dan pedalaman. Untuk menjawab tantangan ini, Kementerian ESDM mempercepat transformasi menuju energi bersih dengan fokus pada proyek pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
Perubahan arah kebijakan mencakup transformasi menuju energi yang bersih dan berkelanjutan. Pemerintah telah meresmikan puluhan pembangkit energi terbarukan, mempercepat proyek PLTS berkapasitas 100 gigawatt, dan melibatkan koperasi desa dalam transisi energi. Ekonomi dan ekologi tidak harus dipertentangkan; keduanya bisa bersinergi menciptakan fondasi pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan merata.
Komitmen Pemerintah Mencapai Elektrifikasi 100 Persen
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah bertekad mencapai elektrifikasi 100 persen. “Setelah 80 tahun merdeka, tidak selayaknya ada warga yang masih mengalami gelap gulita,” ujarnya.
Dampak positif dari program ini sudah dirasakan oleh masyarakat di berbagai daerah. Di Desa Bandar Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, warga penerima BPBL bernama Ruslam kini menikmati listrik setiap malam tanpa biaya bahan bakar tambahan. “Alhamdulillah, sekarang rumah kami terang, tanpa harus mikir beli bensin tiap malam. Anak-anak bisa belajar sampai malam, istri bisa menjahit tanpa terburu-buru, dan saya bisa istirahat dengan tenang,” kata Ruslam.
Sementara di Papua Barat, masyarakat Kampung Iraiweri, Distrik Anggi, Pegunungan Arfak, kini menikmati listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Anggi yang menjadi solusi efektif bagi daerah terpencil. “Semua rumah itu harus dapat listrik, supaya untuk kami punya anak-anak kami itu bisa belajar, mamak-mamak bisa masak dengan (penerangan) lampu. Saat saya lahir di sini, kami belum ada lampu. Kami bikin api. Kami baca, belajar, itu pasang, bikin gelegar untuk jadi pelita,” ujar Elias Inyomusi.
Target Elektrifikasi Nasional 100 Persen pada 2030
Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi nasional 100 persen pada 2030. Langkah ini bukan hanya menciptakan kesetaraan energi, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi desa yang produktif dan berkelanjutan di masa depan. Dengan terus mengembangkan infrastruktur energi dan mengedepankan energi terbarukan, pemerintah berkomitmen untuk memastikan setiap warga Indonesia memiliki akses listrik yang layak dan berkelanjutan.



Posting Komentar