P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

JustCOP Kritik NDC Kedua Indonesia: Partisipasi Rendah dan Komitmen Lemah Terhadap Krisis Iklim

Featured Image

Koalisi JustCOP Mengkritik Kesiapan Indonesia dalam Penyusunan SNDC

Koalisi JustCOP mengungkapkan kekecewaannya terhadap upaya pemerintah dalam menyusun Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang akan diserahkan menjelang Konferensi Pihak (COP) 30 UNFCCC di Brasil pada November 2025. Acara konsultasi publik yang digelar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 23 November 2025, di Jakarta, dinilai tidak memenuhi harapan masyarakat.

Partisipasi Publik yang Terbatas

Menurut Koordinator Tim Lobi Koalisi JustCOP, Nadia Hadad, acara tersebut lebih mirip sosialisasi daripada konsultasi publik yang sebenarnya. Masyarakat tidak diberi kesempatan untuk memberikan masukan yang berarti terhadap dokumen SNDC. Ia menekankan bahwa partisipasi publik harus dilakukan sebelum keputusan dibuat, bukan hanya dalam forum formal.

“Tanpa akses terhadap dokumen SNDC, aspirasi masyarakat tidak mungkin hadir. Partisipasi publik seharusnya dilakukan sejak awal agar kebijakan penurunan emisi mencerminkan keadilan sosial dan ekologis,” ujarnya.

Kekurangan dari Sisi Substansi

Dari sisi isi, SNDC Indonesia dinilai masih memiliki banyak kelemahan, terutama di sektor energi. Meskipun pemerintah menargetkan pengurangan emisi, rencana pembangunan ketenagalistrikan nasional justru mencakup pembangunan pembangkit batu bara sebesar 6,3 GigaWatt (GW) on-grid dan 20 GW off-grid, serta tambahan 10,3 GW pembangkit berbahan gas.

Anggota Koalisi JustCOP sekaligus Climate and Energy Manager Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menilai kebijakan ini kontradiktif dengan target emisi nasional. Menurutnya, bahkan dengan skema energi terbarukan yang paling ambisius sekalipun, target pengurangan emisi akan sulit tercapai. SNDC ini dinilai lebih sebagai langkah formal dan pencitraan semata di forum internasional.

Dekarbonisasi Industri Diabaikan

Koalisi JustCOP juga mengkritik absennya kewajiban dekarbonisasi pada sektor hilirisasi nikel dan industri “hard to abate” seperti baja. Pendekatan ini menunjukkan bahwa penurunan emisi belum menjadi prioritas utama dalam strategi pembangunan nasional, melainkan dikompromikan demi ambisi pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

Padahal, sektor-sektor ini memiliki kontribusi besar terhadap total emisi karbon Indonesia dan menjadi kunci transisi energi yang adil.

Kritik terhadap Konsep Pembangunan Ekonomi

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai pemerintah gagal memahami konsep pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa dekarbonisasi industri, pengembangan ekonomi restoratif, dan transisi energi bisa menekan emisi sekaligus menciptakan lapangan kerja serta nilai tambah ekonomi. Namun, pemerintah masih bertumpu pada sektor ekstraktif.

Bhima menambahkan bahwa sulit membayangkan emisi karbon bisa langsung turun setelah 2030 bila peta jalan ekonomi Indonesia masih bergantung pada eksploitasi sumber daya alam. “Itu roadmap yang mustahil dilakukan,” tegasnya.

Dorongan untuk Transparansi dan Komitmen Nyata

Koalisi JustCOP menyerukan agar pemerintah membuka akses penuh terhadap dokumen SNDC dan melibatkan publik secara substansial dalam setiap tahap penyusunannya. Hal ini dinilai penting untuk memastikan kebijakan iklim Indonesia tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga berdampak nyata terhadap pengurangan emisi dan pembangunan berkelanjutan.

Posting Komentar

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.