P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Tantangan Menkeu Purbaya Menghadirkan Investasi Produktif

Featured Image

Masa Pembuktian Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam Pengelolaan Anggaran

Setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi momen penting untuk menunjukkan kemampuan pemerintah dalam menghadirkan investasi yang lebih produktif. Salah satu fokus utama adalah modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebagai bagian dari upaya memperkuat postur pertahanan nasional.

Seorang peneliti dari Laboratorium 45 (Lab 45), Dyah Ayu Gendiswardani, menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo diharapkan mampu menjaga kebijakan fiskal yang tangguh dan efisien guna mendukung pembiayaan modernisasi alutsista. Ia menyoroti tantangan utama yang dihadapi Menkeu bukan hanya menjaga keseimbangan fiskal, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah utang yang ditarik menjadi investasi produktif bagi perekonomian nasional.

Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran sebesar Rp 160 triliun untuk pembiayaan alutsista pada tahun 2026. Anggaran ini mencakup beberapa proyek besar, seperti pengadaan pesawat tempur generasi 4.5 J-10 dari Tiongkok senilai Rp 26,49 triliun, pesawat tempur generasi 5 KAAN dari Turki sebesar Rp 19,86 triliun, kapal perang ringan I-Class frigate dari Turki senilai Rp 18,21 triliun, serta kapal induk bekas Garibaldi dari Italia sebesar Rp 7,45 triliun.

Dyah menekankan bahwa besarnya nilai pengadaan tersebut harus disertai dengan strategi pembiayaan yang kredibel dan efisien. Meskipun mekanisme pinjaman luar negeri tanpa rupiah murni pendamping (RMP) memberikan fleksibilitas, ia menyarankan adanya tata kelola fiskal yang disiplin agar peningkatan belanja pertahanan tidak menjadi tekanan ekonomi.

Dalam Buku II R-APBN 2026, alokasi fungsi pertahanan mencapai Rp 335 triliun atau sekitar 1,5% dari PDB nasional. Angka ini jauh di atas rata-rata dekade sebelumnya yang hanya berkisar antara 0,7–0,8% dari PDB. Namun, Dyah mengingatkan bahwa tanpa tata kelola yang baik, peningkatan belanja ini bisa berbalik menjadi beban ekonomi jika pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan beban utang baru.

Selain sektor pertahanan, pemerintahan Prabowo-Gibran juga meluncurkan berbagai program sosial dan ekonomi yang menyerap anggaran besar. Beberapa contohnya termasuk program makan bergizi gratis senilai Rp 335 triliun, Koperasi Merah Putih sebesar Rp 181,8 triliun, pembangunan tiga juta rumah sebesar Rp 57,7 triliun, serta ketahanan energi senilai Rp 402,4 triliun. Arah kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melakukan pengeluaran yang ekspansif.

Tantangan semakin besar karena Indonesia juga menghadapi jatuh tempo utang dari pemerintahan sebelumnya. Meski demikian, pemerintah berencana menarik utang baru sebesar Rp 781,9 triliun untuk tahun 2026, yang merupakan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Dyah menegaskan bahwa utang bukanlah hal yang salah selama digunakan untuk proyek yang memiliki multiplier effect terhadap ekonomi. Masalah muncul ketika utang digunakan untuk membayar bunga utang lama atau belanja yang tidak produktif. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Menkeu Purbaya lebih selektif dalam memilih skema pinjaman luar negeri.

Ia menekankan bahwa kesepakatan pinjaman harus memberikan jangka waktu dan suku bunga yang tidak membebani. Pemerintah perlu menjaga kredibilitas fiskal agar tetap dipercaya oleh investor dan lembaga keuangan internasional.

Lebih lanjut, Dyah menyatakan bahwa satu tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah masa pembuktian bagi Purbaya Yudhi Sadewo untuk mengubah pola pembiayaan negara menjadi lebih produktif. Jika kebijakan fiskal diarahkan pada investasi yang memiliki daya ungkit tinggi, Indonesia tidak hanya mampu memperkuat pertahanan, tetapi juga menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang.

Posting Komentar

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.