P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Cara Petani Boyolali Tingkatkan Produksi Beras dengan Pertanian Berkelanjutan


Di sekitar delapan ribu hektare lahan sawah di Desa Pojok, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, puluhan pasang mata perempuan terfokus pada papan tulis yang berisi catatan pengamatan perkembangan tanaman padi. Pada hari Selasa, 7 Oktober 2025, pertemuan ini disebut sebagai kelas lapangan yang dipimpin oleh anggota Aliansi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI). Koperasi ini memberikan penyuluhan kepada sekitar 35 petani di desa tersebut yang telah mengadopsi standar pertanian berkelanjutan atau sustainable rice platform (SRP).

Selama 20 menit, Ketua APPOLI Muhdi menjelaskan rambu-rambu pengamatan padi kepada para petani. Setelah itu, mereka diminta untuk turun ke lahan dan melakukan pengamatan langsung. Mereka memasuki lahan dengan pola tanam jajar legowo, yaitu jarak antar baris sekitar 20 sentimeter.

Lima petani didampingi oleh seorang penyuluh lalu mengerubungi sepetak sawah. Dari pinggir lahan, Muhdi membuka buku catatannya sambil mendikte pengamatan. Pertama-tama, ia bertanya tentang tinggi tanaman. “Seratus sentimeter,” jawab seorang petani setelah mengukur menggunakan meteran.

Setelah mencatat tinggi tanaman dan jenis hama, Muhdi meminta petani menganalisis warna tanaman padi. Ada empat tingkatan warna dalam skala dua hingga lima. Semakin gelap hijau, semakin tinggi tingkatannya. Menurut Muhdi, warna ideal berada di tingkat tiga dan empat. “Sebisa mungkin di antara tiga dan empat ini,” katanya.

Karena warna hijau yang lebih gelap menunjukkan kandungan pupuk pestisida yang tinggi, sehingga rentan terhadap serangan penyakit. Jika terserang penyakit, Muhdi menyarankan petani menyemprotkan fungisida nabati yang berasal dari hasil fermentasi jahe, kunyit, dan lengkuas.

Muhdi menjelaskan bahwa metode pertanian berkelanjutan yang diterapkan oleh para petani di desa tersebut bertujuan melindungi lingkungan. Namun, praktik budidaya padi semi-organik ini justru meningkatkan hasil panen.

Anggota APPOLI, Munawar, bercerita bahwa dirinya pernah membandingkan jumlah panen padi antara lahan yang digarap dengan metode SRP dan konvensional. Sampel yang dipilih memiliki varietas bibit dan masa tanam yang sama. “Ternyata hasilnya ada selisih sekitar satu hingga satu setengah ton per hektare,” kata Munawar.

Menurut Munawar, surplus produksi padi dengan metode SRP didorong oleh perubahan cara budi daya yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya adalah pola tanam jajar legowo yang memberikan jarak bagi tanaman agar mendapatkan sinaran matahari langsung dan pengaliran air yang optimal.

Namun, dalam realisasinya, Munawar mengatakan sejumlah petani masih kagok menerapkan pola tanam jajar legowo. Sebab jika menanam dengan metode konvensional, petani tidak pernah memberikan jarak tanam padi.

Selain belum terbiasa, Munawar mengungkapkan sejumlah petani merasa mubazir jika setiap jengkal lahan tidak ditanami padi. “Hasil panen banyak yang jajar legowo. Karena untuk memaksimalkan sirkulasi udara, sinar matahari, pencegahan penyakit,” tutur dia. Namun ia masih memaklumi petani yang masih menanam padi tanpa jarak. "Namanya juga masih belajar."

Selain mengatur jarak tanam, petani diimbau mengerem penggunaan pupuk kimiawi untuk menanam padi dan diganti dengan yang berbahan hayati. Ia menjelaskan, dulu petani bisa menggunakan satu setengah kwintal pupuk untuk 1.500 meter lahan padi. Namun sekarang jumlahnya menyusut menjadi 40 kilogram untuk ukuran lahan yang sama. Walhasil, pengurangan penggunaan pupuk kimiawi berdampak terhadap penekanan biaya produksi petani.

Selain APPOLI, koperasi lainnya di daerah itu yang menyosialisasikan dan menyerap beras SRP adalah Asosiasi Petani Organik Boyolali (APOB). Ketua APOB Murboyo mengatakan beras SRP dijual melalui sistem pemesanan oleh pembeli. Kebanyakan pembeli datang dari Jakarta dan Jogja. Murboyo menyatakan jumlah penjualan beras SRP meningkat dibandingkan tahun lalu.

Pada tahun ini, Murboyo mencatat bisa menjual beras SRP lebih dari 20 ton dalam sebulannya. Adapun harga beras SRP yang dijual adalah senilai Rp 14.000 per kilogram dengan merek jual Beras APOB.

Menurut Murboyo, konsumen beras SRP merupakan pembeli yang menginginkan beras organik dengan dana terbatas. Adapun harga beras organik varietas mentik wangi dibanderol hingga Rp 17.500 per kilogram.

Program budi daya padi semi organik ini sedang dikembangkan oleh organisasi non-pemerintah asing Rikolto dengan menggandeng sejumlah koperasi di Solo seperti APPOLI untuk mendorong petani beralih ke produksi yang berkelanjutan.

Rice Programme Manager in Indonesia Rikolto, Nana Suhartana, mengatakan metode SRP bisa meningkatkan produksi hingga tujuh ton padi per hektare. Peningkatan produksi terjadi seiring berkurangnya penggunaan pupuk kimia hingga 20 persen. Penggunaan pupuk kimiawi dinilai membuat tanaman padi rentan hama penyakit dan kerobohan.

Bergeser dari Boyolali, di Klaten, ada sebanyak 400 petani SRP yang diasuh oleh Koperasi Tani Pangan Lestari (KTPL). Manajer KTPL Muhammad Heri mengakui kewalahan karena mengalami permintaan penambahan sebagai anggota.

Keterbatasan modal menjadi salah satu alasan pembatasan penyerapan gabah. Kemudian jika memasuki panen raya, produksi gabah akan meningkat sehingga harga beras SRP di pasaran bisa turun. Untuk mengakali persoalan itu, Heri menganjurkan petani menanam bibit dengan varietas unggulan yakni srinuk yang memiliki kesamaan dengan rojolele.

Heri mengatakan beras SRP atau yang kerap disebut sebagai beras sehat oleh sejumlah konsumen, belum memiliki pasar khusus. Terlebih, beras SRP belum mengantongi sertifikat karena masih ada sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi.

Salah satu upaya yang dilakukan KTPL untuk memasarkan beras SRP adalah menjualnya untuk pengadaan beras aparatur sipil negara (ASN) di Klaten. Terbaru, Heri mengungkapkan KTPL telah meneken kontrak dengan Badan Gizi Nasional untuk memasok beras SRP sebagai untuk menu makan bergizi gratis. “Sebanyak 40 ton, kontraknya selama setahun. Untuk perubahan harga selama empat bulan,” ucapnya.

0

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.