P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Kisah Warga Wogo NTT Menanam Harapan di Tengah Lumpur Panas Mataloko

Featured Image

Fenomena Lumpur Panas di Desa Wogo, NTT

Di tengah lahan yang dulunya menjadi sawah subur di Desa Wogo, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) kini muncul pemandangan tak biasa: kubangan lumpur panas yang sesekali mengepul gas belerang berbau menyengat. Meski kondisi ini terlihat mengkhawatirkan, kehidupan warga di sekitar lokasi tetap berjalan. Mereka tidak menyerah, justru menjadikan kawasan yang dulu ditinggalkan sebagai ladang harapan baru.

Marselus Gone, salah satu warga setempat, menjelaskan bahwa mereka masih melakukan aktivitas pertanian di sekitar kubangan tersebut. “Saya menanam sayur sawi untuk kebutuhan hidup sehari-hari, kami juga sudah siapkan lahan untuk tanam cabai,” katanya. Ia menambahkan bahwa jarak antara kebunnya dengan kubangan lumpur hanya sekitar 50 meter. Menurutnya, tidak ada pengaruh negatif dari fenomena tersebut terhadap tanaman mereka.

Lubang lumpur itu muncul tiba-tiba beberapa tahun lalu di lahan seluas lima hektare, yang sebelumnya merupakan area persawahan masyarakat. Di musim kemarau, genangan lumpur tampak tenang dan mengering di permukaan. Namun saat musim hujan tiba, lumpurnya meluas dan menelan sebagian area di sekitarnya. Meski warga sudah dilarang menambatkan ternak di kawasan tersebut, beberapa sapi masih tampak diikat di pinggir kubangan.

Air untuk mengairi kebun warga berasal dari sungai kecil di sekitar lokasi itu. “Kami pakai air dari kali kecil, tidak ada masalah dengan tanaman,” kata Marselus sembari menunjukkan hamparan sawi hijau miliknya. Ia percaya bahwa air yang digunakan aman dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

Lumpur dan Geotermal, Dua Wajah Mataloko

Fenomena munculnya lumpur panas di Wogo ini tak lepas dari aktivitas panas bumi di sekitar Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko. Proyek yang digarap oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN ini merupakan bagian dari upaya memenuhi kebutuhan energi listrik di wilayah Flores.

Agradi Ariatama, Officer Komunikasi dan TJSL PLN UIP Nusa Tenggara, menjelaskan bahwa lahan yang terdampak lumpur sekitar lima hektare sudah dibebaskan oleh PLN. Rencananya akan dijadikan salah satu lokasi pengeboran, sekaligus kawasan wisata edukasi geotermal.

Menurut Manajer Perizinan dan Komunikasi PLN UIP Nusa Tenggara, Bobby Robson Sitorus, area sekitar lumpur masih aman dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam. Meski di titik-titik tertentu terdapat delapan sumur kecil yang mengeluarkan gas belerang, kandungannya tidak membahayakan warga sejauh ini.

Dari Lumpur ke Terang

Proyek PLTP Mataloko bukan hal baru bagi masyarakat Ngada. Unit eksisting dengan kapasitas 2,5 MW sempat beroperasi sejak 2010 dan mampu memasok hingga 58 persen kebutuhan listrik di Kabupaten Ngada. Namun, sejak 2015 proyek ini terhenti akibat penurunan tekanan uap panas.

Kini, PLN tengah membangun PLTP Mataloko Unit 2 dan 3 berkapasitas masing-masing 10 MW, dengan target beroperasi pada 2031. Pekerjaan infrastruktur sudah berjalan, meliputi pembangunan wellpad, akses jalan, sistem suplai air, dan fasilitas laydown.

Bagi warga, kehadiran proyek ini membawa perubahan nyata. Mama Emi Wawo, warga Mataloko, berharap PLTP Mataloko cepat beroperasi supaya listrik di daerah ini lancar. “Sekarang jalan sudah bagus, hasil pertanian bisa dijual keluar. Puskesmas juga sudah dibangun, jadi kalau sakit tidak perlu jauh-jauh ke rumah sakit,” katanya.

Harapan dari Tanah Panas

Meski masih ada tantangan dari fenomena lumpur panas dan gas belerang, warga Mataloko memilih bertahan. Mereka menanam, bekerja, dan menaruh harapan pada proyek energi bersih yang kelak akan menerangi seluruh Ngada.

“Dulu tanah ini kami tinggalkan karena takut,” kata Ibu Emi pelan. “Sekarang, kami kembali. Kami percaya tanah ini masih bisa memberi hidup.”

Posting Komentar

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.