P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Selama Tahun 2007-2025, 6 Orang Tewas dan 7 Luka Akibat Serangan Buaya di Aceh Singkil

Selama Tahun 2007-2025, 6 Orang Tewas dan 7 Luka Akibat Serangan Buaya di Aceh Singkil

Konflik Manusia dengan Buaya di Aceh Singkil: Tantangan yang Berlangsung Selama 18 Tahun

Konflik antara manusia dan buaya di Kabupaten Aceh Singkil telah berlangsung selama hampir dua dekade. Dalam kurun waktu tersebut, enam orang warga setempat meninggal akibat serangan buaya. Salah satu korban adalah Yusril, seorang penduduk Desa Siti Ambia, Kecamatan Singkil. Jasadnya tidak pernah ditemukan setelah diserang buaya. Saat kejadian, istri dan anaknya melihat peristiwa tersebut dari jarak jauh pada tahun 2015. Pada saat pencarian, kerabat korban sempat melihat buaya mengangkat tubuh Yusril ke permukaan sungai, namun setelah itu hilang tanpa jejak.

Selain korban jiwa, terdapat tujuh orang lainnya yang terluka akibat serangan buaya. Mereka tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Singkil, Kuala Baru, dan Kecamatan Pulau Banyak Barat. Konflik ini pertama kali tercatat pada tahun 2007, ketika Ijah, seorang perempuan pencari lokan asal Desa Takal Pasir, Kecamatan Singkil, meninggal dunia. Jasadnya ditemukan mengambang di sungai dengan luka robek di bagian kepala dan tangan patah.

Pada awal tahun 2025, konflik kembali terjadi. Pertama, Kaetek, seorang perempuan berusia 51 tahun asal Desa Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, diserang buaya pada 27 Januari 2025. Korban berhasil selamat setelah mendapatkan perawatan di Puskesmas Singkil, meskipun mengalami luka bekas gigitan di bagian lengannya. Kejadian kedua terjadi pada 8 Februari 2025, ketika Sawiyah (63), perempuan asal Desa Rantau Gedang, Kecamatan Singkil, diterkam buaya. Sayangnya, ia ditemukan meninggal setelah sempat hilang sejak kejadian tersebut.

Berdasarkan catatan media lokal, jumlah korban serangan buaya di Kabupaten Aceh Singkil sepanjang periode 2007 hingga 2025 mencapai 13 orang. Angka ini menunjukkan bahwa konflik ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Perlu langkah-langkah nyata untuk mencegah peningkatan jumlah korban dalam waktu dekat.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, Taufik, menyampaikan desakan agar pihak terkait serius menangani masalah ini. Menurutnya, penanganan buaya harus dilakukan secara cepat dan efektif sebelum masyarakat melakukan tindakan sendiri karena merasa tidak aman. Ia menegaskan bahwa jika tidak ada upaya serius dari pemerintah, masyarakat bisa bertindak secara mandiri, yang berpotensi memperburuk situasi.

Taufik juga menyoroti pentingnya solusi jangka panjang dalam mengatasi konflik ini. Ia menilai bahwa tindakan reaktif, seperti hanya memberikan respons setelah korban jatuh, tidak cukup untuk mengatasi masalah secara menyeluruh. "Jangan sampai korban terus bertambah. Kita perlu mencegahnya sebelum terjadi lagi," ujarnya dengan tegas.

Dengan adanya ancaman yang terus berulang, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait untuk mencari solusi yang lebih efektif. Langkah-langkah seperti pengawasan lingkungan, edukasi masyarakat, serta penangkapan buaya yang mengganggu dapat menjadi bagian dari strategi untuk mengurangi risiko serangan. Dengan demikian, keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem bisa tercapai bersama-sama.

Posting Komentar

Posting Komentar

Komentar untuk berinteraksi dengan komunitas Brokerja.com. Dapatkan informasi tips terbaru disini.