
Desakan YLBHI untuk Presiden Prabowo Subianto Terkait Keterlibatan TNI
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyampaikan desakan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam berbagai urusan di luar tugas pertahanan negara. YLBHI menilai bahwa dalam satu dekade terakhir, ada upaya untuk mengembalikan peran TNI yang lebih mendalam dalam ranah politik dan bisnis.
Dalam pernyataannya, YLBHI menyoroti aturan-aturan seperti UUD 1945 Pasal 30 Ayat 3 yang menyatakan bahwa TNI adalah alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. Menurut YLBHI, ketentuan tersebut jelas menjelaskan bahwa peran TNI hanya terbatas pada kekuatan pertahanan negara.
Aturan ini diperkuat dengan koreksi atas peran masa lalu TNI, yaitu Dwifungsi ABRI, yang meletakkan TNI dan Kepolisian sebagai kekuatan sosial dan politik. YLBHI menilai bahwa praktik Dwifungsi ABRI merupakan hal yang tidak tepat. Hal ini kemudian diperkuat dalam UU No. 34/2004 tentang TNI yang secara detail mengatur larangan bagi anggota TNI untuk terlibat dalam urusan sipil, pemerintahan, maupun bisnis. Tujuannya adalah untuk menempatkan peran TNI dalam sistem negara demokratis yang berdasarkan hukum.
YLBHI menilai bahwa pada usia TNI ke-80 tahun dan 27 tahun Reformasi, keterlibatan TNI semakin luas dan terang-terangan. Bahkan dinilai mengkhianati mandat demokratisasi. Fenomena ini terjadi sejak Prabowo Subianto menjadi presiden. Langkah untuk melakukan revisi kilat UU TNI dengan memperluas kewenangan TNI dalam wilayah-wilayah yang diatur dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), misalnya, telah memungkinkan para anggota TNI untuk masuk ke dalam wilayah-wilayah sipil secara lebih mendalam.
Tujuh Permintaan YLBHI kepada Pemerintah
Atas dasar ini, YLBHI menyampaikan tujuh permintaan kepada Presiden Prabowo Subianto, jajaran kabinet, hingga DPR:
-
Peningkatan Transparansi Informasi
Presiden Prabowo dan jajaran kabinet harus memberikan informasi yang jelas mengenai perkembangan organisasi TNI, termasuk penambahan 22 Kodam, pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP), pembentukan Kompi-kompi Produksi, pembentukan Kodim di setiap kabupaten/kota, dan pembentukan 2 batalyon Komcad di setiap Kodim. Semua ini akan memiliki dampak serius terhadap hubungan sipil-militer dan masa depan demokrasi di Indonesia. -
Peninjauan MoU dengan TNI
Presiden Prabowo dan anggota kabinet serta organ-organ pemerintahan sipil lainnya diminta meninjau kembali semua MoU atau Nota Kesepahaman antara lembaga mereka dengan TNI. Dengan mengikutsertakan TNI dalam ranah sipil, para politisi sipil justru melemahkan demokrasi dan merusak profesionalisme prajurit TNI. -
Henti Keterlibatan TNI dalam Urusan Sipil
Presiden Prabowo harus menghentikan keterlibatan TNI dalam urusan pangan, Makan Bergizi Gratis, serta Koperasi Merah Putih. Keterlibatan TNI dalam urusan ini tidak sesuai dengan bidang keahliannya dan akan merusak lembaga-lembaga sipil serta profesionalisme prajurit TNI. -
Pengawasan oleh DPR dan Legislatif
DPR RI, DPD, maupun DPRD diminta untuk melakukan pengawasan dan mempertanyakan pelibatan TNI secara besar-besaran dalam ranah sipil. Pelibatan TNI dalam program Makan Bergizi Gratis tanpa melibatkan birokrasi lokal, sekolah, guru, dan orang tua murid, tidak hanya salah kaprah tetapi juga tidak demokratis. Program dengan biaya besar ini tidak akan berjalan efektif jika dijalankan secara sentralisasi dan menggunakan kekuatan militer. -
Advokasi dari Elemen Masyarakat Sipil
Elemen masyarakat sipil diminta terus mengingatkan pemerintah dengan melakukan pengawasan dan advokasi untuk menghentikan upaya ilegal pemerintah dalam mengembalikan praktik Dwifungsi ABRI yang bertentangan dengan mandat reformasi. -
Revisi UU Peradilan Militer
Presiden dan DPR RI diminta merevisi UU Peradilan Militer untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan imparsial di lingkungan peradilan militer. Selama ini, peradilan militer menjadi ruang impunitas bagi prajurit yang melanggar hukum, HAM, maupun praktik KKN. -
Pembatalan Pembangunan Kodam Baru
Presiden dan DPR RI diminta membatalkan pembangunan Kodam baru serta membubarkan komando teritorial yang tidak sesuai dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.
Posting Komentar