
Dampak Usaha Pariwisata Ilegal di Bali
Pemerintah Provinsi Bali telah mengungkapkan berbagai konsekuensi yang akan dialami oleh usaha pariwisata yang dianggap ilegal, termasuk vila. Salah satu sanksi terberat yang bisa diterima adalah kehilangan hak atas properti yang dimiliki oleh pemilik usaha tersebut.
Masalah perizinan menjadi topik utama dalam diskusi "Membedah Izin Villa Rental di Bali" yang diselenggarakan oleh Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA) di Kabupaten Gianyar, pada Jumat (24/10/2025). Acara ini membahas isu-isu penting terkait izin dan pengelolaan villa rental di Bali.
Selain kehilangan hak atas properti, usaha pariwisata ilegal juga berpotensi menyebabkan tindakan hukum serta sanksi administratif dan pidana. Ketua BVRMA, I Kadek Adnyana, menekankan pentingnya memberikan waktu untuk membina anggota mereka, bukan langsung melakukan pemeriksaan, penindakan, atau penutupan usaha.
“Jangan langsung diperiksa, disidak, dan ditutup usaha ini. Kan tidak bagus untuk iklim usaha,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa beberapa anggota BVRMA memang pernah terkena sidak. Saat ini, BVRMA memiliki 70 perusahaan anggota dengan sekitar 3.000 unit vila. Rata-rata satu anggota mengelola antara 400 hingga 500 vila.
Usaha ilegal seperti ini juga berdampak negatif terhadap perekonomian daerah dan menciptakan persaingan yang tidak sehat. Selain itu, potensi konflik sosial dengan warga lokal serta munculnya wisatawan yang tidak bertanggung jawab juga menjadi ancaman serius.
Secara keseluruhan, tercatat ada 12.227 akomodasi di Bali, dengan jumlah vila mencapai 5.272 unit. Sebagian besar dari mereka berada di Kabupaten Badung.
Masalah Pengawasan dan Perizinan
Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengakui bahwa lemahnya pengawasan terhadap tata ruang dan perizinan selama ini telah menyebabkan banyak pelanggaran di berbagai wilayah. Kondisi ini semakin diperparah dengan penerapan sistem Online Single Submission (OSS) yang tidak diiringi evaluasi di tingkat daerah.
Akibatnya, masyarakat tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan pemerintah daerah pun sulit mengetahui kondisi yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dan kekacauan di lapangan.
Koster menyampaikan hal ini dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, pada Rabu (22/10/2025). Ia mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali dalam upaya penegakan aturan.
“Saya sudah mengikuti langkah-langkah dan upaya yang dilakukan Pansus TRAP di sejumlah wilayah serta tindakan sesuai kewenangan. Aktivitas Pansus dalam penegakan aturan terhadap tata ruang, aset, dan perizinan sudah sangat baik. Apa yang dilakukan saat ini merupakan bagian penting dari penataan Bali ke depan,” kata Koster dalam keterangan tertulisnya.
Upaya Penertiban dan Regulasi
Dalam rangka meningkatkan pengawasan dan memastikan kepatuhan terhadap perizinan, pemerintah provinsi dan lembaga terkait terus berupaya memperkuat regulasi dan mekanisme penegakan hukum. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, aman, dan berkelanjutan.
Beberapa langkah yang dilakukan meliputi penguatan koordinasi antar lembaga, peningkatan kapasitas aparatur, serta edukasi kepada pelaku usaha tentang pentingnya perizinan dan tata kelola yang benar. Dengan demikian, Bali dapat tetap menjadi destinasi pariwisata yang unggul dan berkelanjutan.



Posting Komentar